Oleh: H. Supli Effendi Rahim
Sumber: http://suplirahim.multiply.com/
Sejak pendidikan di Inggris pada era
1980-1990 saya banyak merenung dan merenung. Salah satu renungan saya
kala itu adalah bahwa Inggris mempunyai curah hujan yang relatif rendah
yakni sekitar 700 mm per tahun. Jumlah ini hanya sekitar 25% dari apa
yang dianugerahkan Tuhan kepada bangsa Indonesia. Di negara kita curah
hujan tahunan berkisar antara 1500 mm di bagian timur dan dapat mencapai
4500 mm di bagian barat Indonesia.
Dengan curah hujan yang jauh lebih rendah
dibandingkan curah hujan negara kita ternyata Inggris jarang mengalami
kekurangan air bersih (air ledeng). Selidik punya selidik ternyata
mereka sudah mengerti dengan pesan dari langit – Tuhan. Meskipun mereka
juga dikenal dengan negara “godless country” tetapi dalam konteks ini
mereka memahami pesan Tuhan mereka – bersyukur dengan pemberian Tuhan.
Tuhan memberi mereka curah hujan yang mencukupi. Mengapa bisa mencukupi?
Ternyata mereka memanen hujan antara lain
dalam bentuk “runoff harvesting” (panen air limpasan). Di mana-mana
dibangun danau buatan. Dengan danau yang berukuran raksasa yang menyebar
di seluruh negeri maka kebutuhan air untuk irigasi dan untuk kebutuhan
lainnya menjadi tercukupi. Air bersih yang mereka distribusikan kepada
pelanggan juga didaur ulang sekian kali.
Kondisi kontras ternyata terjadi di tanah
air kita. Kalau musim penghujan air hujan membentuk air bah (banjir).
Sebaliknya di musim kemarau ketiadaan air untuk mandi, cuci dan kakus
(MCK) merupakan menjadi hal biasa. Dengan kondisi begini berarti tanaman
dan hewan ternak tentu jauh dari kecukupan air. Banyak ternak, kolam
ikan dan tanaman menjadi kekurangan air. Ironis bukan?
Beranjak dari kondisi itu saya berfikir
dan bekerja keras. Yang saya lakukan adalah membangun opini di
masyarakat tentang bagaimana mengubah fenomena banjir dan kekeringan ini
tidak lagi menjadi fenomena derita. Walaupun tidak bisa meniadakan
banjir dan kekeringan, tetapi saya ingin sekali banyak pihak menjadi
sadar bahwa air yang dikirim ke bumi dari langit bukan laknat tetapi
merupakan rahmat. Sebaliknya kekeringan di musim kemarau merupakan era
di mana radiasi matahari merupakan sumber energi yang sangat baik untuk
berlangsungnya fotosintesis. Dari proses ini dihasilkan banyak senayawa
organik seperti karbohidrat, lemak dan protein. Yang dibutuhkan adalah
khlorofil. Khlorofil terbentuk bila cukup air. Karena itu bila air
ditampung selama musim hujan, maka akan banyak manfaatnya di musim
kemarau.
Mencoba agar fenomera tersebut menjadi
kenyataan saya diberi kesempatan oleh Allah, Tuhan yang maha kuasa untuk
memodifikasi rumah sebagai ajang “kemarahan” saya dengan sulitnya
meminta dukungan dari banyak pihak untuk membangun rumah panen hujan.
Terus terang saya mempunyai uang terbatas yang tidak terbatas pada diri
saya dan keluarga adalah semangat dan kasih sayang sesama. Pada tahun
1998. Saya menemukan lahan rawa di pinggir kompleks perumahan Bukit
Sejahtera Palembang, tepatnya di sebelah rumah nomor DN 22, DN 23 dan DM
4. Lahan ini memanjang berukuran 59 m dan lebar 24 m. Luas lahan ini
sekitar 1440 m2. Lahan ini memanjang dari timur ke barat.
Bagi saya lahan ini sangat tepat karena
lahan ini merupakan tempat air (tangkapan) sewaktu musim penghujan.
Untuk itu saya harus menggunakan prinsip “menggali bila ingin menimbun”.
Alhamdulilah setelah lahan saya tata di mana untuk rumah di mana untuk
kolam, maka di sepakati bahwa rencana bangunan rumah saya letakkan di
bagian barat dan di bagian timur kolam ikan. Rencana rumah nantinya di
bagian belakang akan dibangun kolam renang yang saya rencanakan berguna
multi guna yakni sebagai sumber air untuk cuci pakaian, untuk
penampungan air hujan dan kolam untuk mandi.
Kolam ikan di bagian timur juga saya akan
gunakan dengan multi-guna yakni sebagai tempat penampungan ir hujan
dari seluruh areal, tempat penampungan limbah domestik dan tempat
membesarkan berbagai jenis ikan serta tempat rekreasi. Belakangan air
kolam itu menjadi sumber air yang baik untuk cuci kendaraan dan sumber
irigasi untuk tanaman.
Setelah enam tahunan berksperimen saya
mulai “membangun” rumah panen hujan yang saya telah lama saya
rencanakan. Rumah itu atapnya akan saya lengkapi dengan dak-dak palsu
sebagai talang untuk penampungan air hujan. Nah tahun 2006 semua selesai
dan air hujan ternyata dengan curah hujan gerimis sampai lebat akan
terkumpul di kolam renang belakang rumah. Semua bisa mandi, tetapi ada
sedikit yang tidak baik yakni rekening air ledeng saya tinggal 30 a/d 40
persen dibandingkan bila saya tidak mengunakan rumah panen hujan ini.
Mudah2an tidak menjadikan teman2 di PDAM kecewa. Tetapi dalam fikiran
saya bila ini ditiru jutaan rumah di seluruh tanah air dan bahkan dunia
maka fenomena banjir dan kekeringan akan menjadi berkurang. Ok pembaca
nanti saya akan cerita lebih lengkap. Wass.
videonya boleh ditengok di sini: http://www.youtube.com/watch?v=43t8bFztUuA
No comments:
Post a Comment