Saturday 11 May 2013

MENGHITUNG DEBIT LIMPASAN PERMUKAAN

 Menghitung limpasan permukaan (run off) pada suatu areal lahan penting untuk maksud perencanaan penggunaan lahan. Dari perhitungan pendugaan runoff itu dapat dibuat perencanaan untuk berbagai hal, salah satunya adalah upaya apa yang dapat dilakukan dalam rangka mengendalikan runoff dan erosi tanah. Selain itu, para perencana dapat merencanakan pembuatan waduk, palung atau hanya cekdam atau embung dalam rangka melakukan konservasi air. Dengan demikian, perencanaan yang holistik dapat dibuat, dalam rangka membangun ramah lingkungan.

Dengan menggunakan rumus Rasional, pendugaan debit air limpasan dapat dilakukan dengan mudah. Debit air limpasan adalah volume air hujan per satuan waktu yang tidak mengalami infiltrasi sehingga harus dialirkan melalui saluran drainase. Debit air limpasan terdiri dari tiga komponen yaitu Koefisien Run Off ( C ), Data Intensitas Curah Hujan (I), dan Catchment Area (Aca).

Koefisien yang digunakan untuk menunjukkan berapa bagian dari air hujan yang harus dialirkan melalui saluran drainase karena tidak mengalami penyerapan ke dalam tanah (infiltrasi). Koefisien ini berkisar antara 0-1 yang disesuaikan dengan kepadatan penduduk di daerah tersebut. Semakin padat penduduknya maka koefisien Run-Offnya akan semakin besar sehingga debit air yang harus dialirkan oleh saluran drainase tersebut akan semakin besar pula.

Intensitas hujan adalah tinggi curah hujan dalam periode tertentu yang dinyatakan dalam satuan mm/jam. Dalam studi ini, rumus empiris untuk menghitung intensitas hujan dalam menentukan debit puncak dengan metode Rasional Modifikasi, digunakan rumus Mononobe. Hal ini dikarenakan menyesuaikan dengan kondisi luas wilayahnya. Langkah pertama dalam metode ini adalah menentukan curah hujan maksimun pada masing masing-masing tahun untuk kemudian dilakukan perhitungan hujan rancangan dengan metode Log-Person Tipe III. Adapun metode Log-Person TipeIII adalah sebagai berikut;
  • mengubah data curah hujan maksimum ke bentuk logaritma à X = log X;
  •  
  • menghitung harga rata-rata log X à    log Xrerata =   
  • menghitung selisih antara logX dengan log Xrerata;
  • mengkuadratkan selisih antara logX dengan log Xrerata;
  • selisih antara logX dengan log Xrerata dipangkatkan 3;
  •  
  • menghitung standar deviasinya à  Sd =  ; dan
  • menghitung koefisien kemencengannya
    • Cs =
Setelah menghitung parameter statistiknya, kemudian menghitung hujan rancangan dengan menggunakan metode Log-Person Tipe III dengan langkah-langkah seperti di bawah ini :
  • menentukan tahun interval kejadian / kala ulang (Tr);
  • menghitung prosentase peluang terlampaui à Pr =    ;
  • menentukan variabel standar (K) berdasarkan prosentase peluang dan koefisien kemencengan (Cs) pada tabel distribusi Log-Person Tipe III; dan
  • menghitung hujan rancangan (R)  dengan cara à logX + K , Sd kemudian hasilnya di-antilog-kan.
Setelah mengetahui hujan rancangan, selanjutnya menghitung intensitas hujan pada tiap-tiap saluran di masing-masing Catchment Area dengan langkah-langkah sebagai berikut ini :
Keterangan :                 Tr            =  tahun interval kejadian / kala ulang
                    K          =   variabel standar berdasarkan prosentase    peluang dan koefisien kemencengan (Cs) pada tabel distribusi Log-Person Tipe III
                     R          =   menghitung hujan rancangan
  1. menghitung waktu curah hujan (Tc) à Tc = ;
L : panjang saluran, s : kemiringan saluran.
  • menghitung intensitas hujan à I =  dimana R24 adalah hujan rancangan yang didapatkan dari perhitungan sebelumnya.
Catchment Area atau daerah tangkapan air hujan adalah daerah tempat hujan mengalir menuju ke saluran. Biasanya ditentukan berdasarkan perkiraan dengan pedoman garis kontur. Pembagian Catchment Area didasarkan pada arah aliran yang menuju ke saluran Conveyor ke Maindrain.
Berdasarkan 3 komponen diatas maka besarnya debit air limpasan (Qlimpasan) dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
Q-limpasan = 0,278, C , I , ACA
Keterangan :
Q           =          Debit aliran air limpasan (m3/detik)
C            =          Koefisen run off (berdasarkan standar baku)
 I            =          Intensitas hujan (mm/jam)
ACA      =          Luas daerah pengaliran (ha)
 
bacaan:
 
spk2009
 

PENGENDALIAN EROSI TANAH DALAM RANGKA MELESTARIKAN LINGKUNGAN


index.jpeg
Latar Belakang


Manusia menggantungkan hidupnya kepada sumberdaya tanah dalam rangka memenuhi hajat hidup mereka dan intensitasnya terus meningkat. Sebagai konsekuensi dari hal itu terjadinya peningkatan tekanan penduduk terhadap lingkungan tanpa memperhatikan kemampuan lingkungan itu sendiri. Keadaan ini akan mendorong kemerosotan sumberdaya tanah baik mutu maupun jumlahnya. Gejala fisik yang nampak jelas di tempat kejadian (on site) adalah semakin tipisnya lapisan tanah, sehingga kemampuan fungsi tanah sebagai media tumbuh tanaman dan media pengatur daur air menjadi terbatas yang pada akhirnya kemunduran kemampuan lingkungan tidak dapat terhindarkan.

Beberapa fungsi tanah yang dapat dikemukakan yaitu antara lain sumber unsur hara, sumber air, penyedia udara, landasan tumbuh bagi tanaman, tempat hidup bagi hewan dan manusia, tempat dikuburkannya manusia, sebagai bahan urugan perumahan dan jalan, tempat mendirikan bangunan, sanitasi lingkungan (penyaring, penyangga, dan alihrupa), dan bahan pembuat manusia pertama (Adam). Sebagian dari fungsi tanah tersebut yaitu sumber unsur hara, sumber air, penyedia udara, dan landasan tumbuh bagi tanaman lebih berorientasi pada media tumbuh tanaman (pertanian), sehingga di sini pembahasannya ditekankan pada hal-hal tersebut.

Dalam Undang-undang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UULH) No.32 Tahun 2009 dinyatakan bahwa: "Pengelolaan lingkungan hidup yang diselenggarakan dengan asas tanggung jawab negara, asas berkelanjutan, dan asas manfaat bertujuan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa". Sedangkan dalam penjelasannya dinyatakan bahwa: "... Asas berkelanjutan mengandung makna setiap orang memikul kewajibannya dan tanggung jawab terhadap generasi mendatang, dan terhadap sesamanya dalam satu generasi. Untuk terlaksananya kewajiban dan tanggung jawab tersebut, maka kemampuan lingkungan hidup harus dilestarikan. Terlestarikannya kemampuan lingkungan hidup menjadi tumpuan terlanjutkannya pembangunan". Karena itu, dalam mengelola sumberdaya alam harus diupayakan untuk melestarikan kemampuan lingkungan. 

Namun demikian, lingkungan hidup yang lestari tentunya tidak mungkin diwujudkan secara fisik, tetapi yang dapat dilestarikan hanyalah fungsi dari lingkungan hidup itu sendiri. Hal ini sesuai dengan bunyi UULH No. 32 Tahun  2009 yaitu bahwa: "Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup". 

Sumberdaya alam yang utama adalah air dan tanah. Salah satu faktor yang turut mempercepat kemerosotan kemampuan sumberdaya alam yaitu terjadinya erosi. Timbulnya erosi akan menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pengendali tata air, media pertumbuhan tanaman yang nantinya akan berpengaruh pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya.

Sebagian besar daerah-daerah di Indonesia yang beriklim tropika mempunyai rata-rata curah hujan dan intensitas hujan yang relatif tinggi serta didukung kondisi topografi yang berbukit-bukit merupakan salah satu pemacu timbulnya proses erosi. Bahaya erosi ini akan semakin mengkhawatirkan, apabila di dalam mengelola sumberdaya alam tanpa memperhatikan kaidah konservasi sumberdaya alam khususnya sumberdaya tanah, sehingga secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap kelestarian kemampuan fungsi lingkungan. Upaya pelestarian ini salah satunya adalah melalui pengendalian erosi tanah di setiap tipe penggunaan lahan (Rahim, S.E., 2003). Untuk itu usaha pengendalian erosi secara tepat perlu dilakukan dalam upaya melestarikan kemampuan fungsi lingkungan.


Faktor-faktor yang Mempengaruhi Erosi
Erosi merupakan suatu proses hilangnya lapisan tanah, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin (Foth, 1995, halaman 665-666). Di daerah beriklim tropika basah, seperti sebagian besar daerah di Indonesia, air hujan merupakan penyebab utama terjadinya erosi sehingga di sini pembahasannya dibatasi erosi tanah yang disebabkan oleh air.

Menurut Arsyad S. (1989, halaman 30), erosi adalah peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Pada peristiwa erosi, tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat terkikis dan terangkut yang kemudian diendapkan pada suatu tempat lain. Pengangkutan atau pemindahan tanah tersebut terjadi oleh media alami yaitu antara lain air atau angin. Erosi oleh angin disebabkan oleh kekuatan angin, sedangkan erosi oleh air ditimbulkan oleh kekuatan air. 

Kekuatan perusak air yang mengalir di atas permukaan tanah akan semakin besar dengan semakin panjangnya lereng permukaan tanah. Tumbuhan-tumbuhan yang hidup di atas permukaan tanah dapat memperbaiki kemampuan tanah menyerap air dan memperkecil kekuatan butir-butir perusak hujan yang jatuh, serta daya dispersi dan angkutan aliran air di atas permukaan tanah. Perlakuan atau tindakan-tindakan yang diberikan manusia terhadap tanah dan tumbuh-tumbuhan di atasnya akan menentukan kualitas lahan tersebut.

Erosi merupakan akibat interaksi antara faktor-faktor iklim, topografi, tumbuh-tumbuhan, dan campur tangan manusia (pengelolaan) terhadap lahan, yang secara deskriptif dinyatakan dalam persamaan seperti di bawah ini :
E = f (i, r, v, t, m)
E = besarnya erosi,
i = iklim,
r = topografi,
v = tumbuh-tumbuhan,
t = tanah,
m = manusia.

Persamaan umum erosi tanah tersebut di atas mempunyai makna dua jenis peubah, yaitu: 1) Faktor yang dapat diubah oleh manusia, seperti; tumbuh-tumbuhan, sifat-sifat tanah, dan satu unsur topografi yaitu panjang lereng, 2) Faktor yang tidak dapat diubah oleh manusia yaitu; iklim, tipe tanah, dan kecuraman lereng.


Dampak Erosi
Secara garis besar kerusakan yang timbul akibat adanya erosi tanah yaitu penurunan kesuburan tanah dan timbulnya pendangkalan akibat proses sedimentasi (Wudianto R., 1989, halaman 11 - 13).
Tanah yang subur umumnya terdapat pada lapisan tanah atas atau permukaan (top soil), sedang lapisan tanah bawah (sub soil) dapat dikatakan kurang subur. Apabila terjadi hujan dan dapat menimbulkan erosi, maka lapisan tanah ataslah yang akan terkikis kemudian terbawa oleh aliran air. Dengan terangkutnya lapisan tanah atas, maka tertinggal lapisan tanah bawah yang kurang subur. Kemudian jika tanah tersebut ditanami, maka tanaman tidak akan dapat tumbuh subur dan hasilnya akan berkurang. Dengan berkurangnya hasil panen akan mengurangi pendapatan petani. 

Seperti telah dijelaskan di atas bahwa proses terjadinya erosi adalah terkikisnya butir-butir tanah, kemudian dengan adanya aliran air butir-butir tanah terangkut sampai tidak mampu lagi mengangkut butir-butir tanah, maka tanah tersebut diendapkan. Pengendapan ini akan terjadi pada daerah yang lebih rendah, misalnya: sungai, waduk, saluran-saluran pengairan dan laut.

Pengendapan di sungai akan mengakibatkan pendangkalan yang dapat mengurangi kemampuan sungai untuk menampung air sehingga pada musim penghujan biasanya akan terjadi banjir. Pendangkalan sungai dapat mengganggu lalu lintas pelayaran kapal. Seperti diketahui bahwa sejarah telah membuktikan dulu sungai-sungai di Jawa masih dapat dilewati kapal, namun sekarang sudah tidak ada lagi sehingga tinggal sungai-sungai yang ada di luar pulau Jawa yang dapat dilalui kapal-kapal.
Sebagai akibat pendangkalan sungai ini dapat merembet ke laut, karena aliran air sungai bermuara ke laut. Sekarang banyak pelabuhan yang mengalami pendangkalan. Dengan terjadinya pendangkalan di pelabuhan, maka kapal-kapal besar akan mengalami kesulitan untuk merapat.

Pendangkalan di waduk juga sulit untuk dihindarkan. Dengan makin dangkalnya waduk dapat mengurangi umur waduk. Artinya, daya guna waduk yang semula diperkirakan dapat lama, ternyata baru beberapa tahun saja sudah tidak berfungsi lagi. Sebagai contoh waduk Gajah Mungkur di Wonogiri, Jawa Tengah. Waduk ini diperkirakan dapat mencapai umur 100 tahun ternyata setelah diteliti karena adanya sedimentasi maka hanya dapat mencapai lebih kurang 27 tahun.
Menurut Arsyad (1989, halaman 3 - 4), dampak erosi tanah terhadap lingkungan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu bentuk dampak langsung maupun tidak langsung yang dikaji di tempat kejadian erosi maupun di luar tempat berlangsungnya erosi, seperti terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Dampak Erosi Tanah.
Bentuk Dampak
Dampak di Tempat Kejadian
Dampak di Luar Tempat
Erosi
Kejadian Erosi
1. Langsung
- Kehilangan lapisan tanah yang baik bagi berjangkarnya akar tanaman
- Pelumpuran dan pendangkalan waduk, sungai, saluran dan badan air lainnya
- Kehilangan unsur hara dan kerusakan struktur tanah
- Tertimbunnya lahan pertanian, jalan dan bangunan lainnya
- Peningkatan penggunaan energi untuk produksi
- Menghilangnya mata air dan memburuknya kualitas air
- Kemerosotan produktivitas tanah atau bahkan menjadi tidak dapat dipergunakan untuk berproduksi
- Kerusakan ekosistem perairan (tempat bertelur ikan, terumbu karang dan sebagainya)
- Kerusakan bangunan konservasi dan bangunan lainnya
- Kehilangan nyawa dan harta oleh banjir
- Pemiskinan petani penggarap/ pemilik tanah
- Meningkatnya frekuensi dan masa kekeringan
2. Tidak Langsung
- Berkurangnya alternatif penggunaan tanah
- Kerugian oleh memendeknya umur waduk
- Timbulnya dorongan/ tekanan untuk membuka lahan baru
- Meningkatnya frekuensi dan besarnya banjir
- Timbulnya keperluan akan perbaikan lahan dan bangunan yang rusak
Sumber: Arsyad S. (1989)
Mengingat bahaya erosi yang merugikan bagi lingkungan, sejak beberapa tahun yang lampau manusia telah menyadari dan melakukan berbagai usaha pencegahan (pengendalian) erosi.


Klasifikasi Erosi Tanah
Atas dasar intensitas campur tangan manusia, erosi dibedakan antara erosi alami atau erosi geologi (geological erosion) dan erosi dipercepat (accelarated erosion) (Arsyad S., 1989, halaman 30). Erosi geologi terjadi secara alami pada tanah yang masih tertutup vegetasi secara alami, dan biasanya berjalan sangat lambat. Dalam kondisi seperti ini, jumlah tanah terangkut sangat sedikit, dan baru akan meningkat jika terjadi bencana alam yang berakibat tanah jadi terbuka. Erosi dipercepat terjadi karena manusia membuka tanah dengan membuang vegetasi baik sebagian maupun seluruhnya, yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (tempat tinggal, industri, usaha tani, dan lain-lain). Proses erosi ini akan berjalan dengan cepat, terlebih di daerah yang mempunyai potensi erosi dan tanpa usaha pengendalian.


Erosi yang terjadi dapat dibedakan berdasarkan produk akhir yang dihasilkan proses itu sendiri. Erosi juga dapat dibedakan karena kenampakan lahan akibat erosi itu sendiri. Atas dasar itu erosi dibedakan yaitu : 1) erosi percikan (splash erosion), 2) erosi lembar (sheet erosion), 3) erosi alur (rill erosion), 4) erosi parit (gully erosion), 5) erosi tanah longsor (land slide), 6) erosi pinggir sungai (stream bank erosion) (Rahim S.E., 1995, halaman 33 - 34).

Erosi percikan terjadi pada awal hujan. Intensitas erosi percikan meningkat dengan adanya air genangan tetapi setelah terjadi genangandengan kedalaman tiga kali ukuran butir hujan, erosi percikan minimum. Pada saat inilah proses erosi lembaran dimulai. Erosi lembar akan dapat ditemukan secara jelas di daerah yang relatif seragam permukaannya.

Erosi alur dimulai dengan adanya konsentrasi limpasan permukaan. Konsentrasi yang besar akan mempunyai daya rusak yang besar. Bila ukuran alur sudah sangat besar, tidak dapat dihilangkan hanya dengan melakukan pembajakan biasa, atau alur tersebut berhubungan langsung dengan saluran pembuangan utama, maka erosi yang terjadi telah memenuhi kategori erosi parit. Sedangkan erosi tanah longsor ditandai dengan bergeraknya sejumlah massa tanah secara bersama-sama. Hal ini disebabkan karena kekuatan geser tanah sudah tidak mampu untuk menahan beban massa tanah jenuh air di atasnya. Kejadian ini terutama terjadi pada lapisan tanah atas dangkal yang terletak lepas di batuan atau lapisan tanah tidak tembus air (impermeable). Adapun erosi pinggir sungai yang mirip erosi tanah longsor mengikis pinggir sungai-sungai yang karena sesuatu hal mengalami longsor terutama bila pinggir sungai itu vegetasi alaminya ditebang dan diganti dengan tanaman baru.


Batas Toleransi Erosi
Sebagai sumber daya yang banyak digunakan, tanah dapat mengalami pengikisan (erosi) akibat bekerjanya gaya-gaya dari agen penyebab, misalnya air hujan, angin dan/atau hujan. Jadi, secara alamiah tanah mengalami pengikisan atau erosi (Rahim S.E., 1995).

Erosi dipercepat yang disebabkan oleh manusia, masih dianggap aman jika tidak melewati suatu batas toleransi (soil loss tolerance atau permisible erosion). Banyak pendapat para pakar erosi yang mengemukakan besarnya batas toleransi erosi, yang masing-masing berbeda tergantung dari faktor lingkungan di sekitarnya. Secara khusus, penelitian batas toleransi erosi untuk tanah-tanah di Indonesia sampai saat ini belum ada. Oleh Arsyad (1989, halaman 237 - 244), dianjurkan untuk mempergunakan batas toleransi erosi yang dikemukakan oleh Thompson (1957), seperti terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Pedoman Penetapan Nilai T (batas toleransi erosi) (Thompson, 1957)
Sifat Tanah dan Substratum
Nilai T
Ton/acre/tahun
Ton/ha/tahun
1. Tanah dangkal di atas batuan
0,5
1,12
2. Tanah dalam, di atas batuan
1,0
2,24
3. Tanah dengan lapisan bawahnya (subsoil) padat,
di atas substrata yang tidak terkonsolidasi (telah
mengalami pelapukan)
2,0
4,48
4. Tanah dengan lapisan bawahnya berpermeabilitas
lambat, di atas bahan yang tidak terkonsolidasi
4,0
8,96
5. Tanah dengan lapisan bawahnya berpermeabilitas
sedang, di atas bahan yang tidak terkonsolidasi
5,0
11,21
6. Tanah yang lapisan bawahnya permeabel (agak
cepat), di atas bahan yang tidak terkonsolidasi
6,0
13,45

 Dengan menggunakan kriteria yang dipergunakan oleh Thompson (1957), dengan menentukan T maksimum untuk tanah yang dalam, dengan lapisan bawah yang permeabel, di atas bahan (substratum) yang telah malapuk (tidak terkonsolidasi) sebesar 2,5 mm/tahun, dan dengan menggunakan nisbah nilai untuk berbagai sifat dan stratum tanah, maka nilai T seperti tertera pada Tabel 3 disarankan untuk menjadi pedoman penetapan nilai T tanah-tanah di Indonesia.

Tabel 3. Pedoman Penetapan Nilai T Untuk Tanah-tanah di Indonesia.
Sifat Tanah dan Substratum
Nilai T
mm/tahun
1. Tanah sangat dangkal di atas batuan
0,0
2. Tanah sangat dangkal di atas bahan telah melapuk (tidak terkonsolidasi)
0,4
3. Tanah dangkal di atas bahan telah melapuk
0,8
4. Tanah dengan kedalaman sedang di atas bahan telah melapuk
1,2
5. Tanah yang dalam dengan lapisan bawah yang kedap air di atas substrata yang telah melapuk
1,4
6. Tanah yang dalam dengan lapisan bawah berpermeabilitas lambat, di atas substrata telah melapuk
1,6
7. Tanah yang dalam dengan lapisan bawahnya berpermeabilitas sedang, di atas substrata telah melapuk
2,0
8. Tanah yang dalam dengan lapisan bawah yang permeabel, di atas substrata telah melapuk
2,5
Catatan :
Kedalaman tanah efektif yaitu kedalaman tanah yang baik bagi pertumbuhan akar tanaman, yaitu sampai pada lapisan yang tidak dapat ditembus akar tanaman. Kriterianya : > 90 cm = dalam,
50 - 90 cm = sedang,
25 - 50 cm = dangkal,
< 25 cm = sangat dangkal.


Persamaan USLE (Universal Soil Loss Equation)

Lahan pertanian yang terus menerus ditanami tanpa cara pengelolaan tanaman, tanah dan air yang baik dan tepat, terutama di daerah pertanian dengan curah hujan yang tinggi (> 1500 mm per tahun) akan menurunkan produktivitasnya. Penurunan produktivitas ini secara lambat atau cepat dapat disebabkan oleh menurunnya kesuburan tanah dan terjadinya erosi (Syah, R., 1995).
Bahaya erosi ini banyak terjadi di daerah-daerah lahan kering terutama yang memiliki kemiringan lereng sekitar 15 persen atau lebih. Keadaan ini sebagai akibat dari pengelolaan tanah dan air yang keliru atau penerapan pola pertanian yang tidak sesuai dengan kemampuan fungsi lingkungannya.


Tanah dan air merupakan dua sumber daya alam yang utama, peka terhadap berbagai kerusakan (degradasi). Kerusakan air berupa hilangnya sumber air dan menurunnya kualitas air antara lain disebabkan oleh proses sedimentasi yang bersumber pada kerusakan tanah oleh erosi. Di daerah tropika basah kerusakan tanah yang paling utama dan semakin kritis adalah disebabkan oleh erosi tanah.
Kerusakan tanah yang kadang-kadang sampai pada tingkat kritis seperti penurunan produktivitas tanah, banjir yang terjadi setiap tahun, merosotnya debit air sungai di musim kemarau dan meningkatnya kandungan lumpur atau bahan organik pada musim hujan merupakan tanda-tanda kerusakan sumberdaya alam di suatu wilayah .


Laju erosi yang menyatakan banyaknya lapisan tanah yang hilang dari suatu tempat karena proses erosi, merupakan salah satu indikator kecepatan proses perusakan. Perhitungan laju erosi dapat dilakukan secara nisbi (relatif), yaitu berdasarkan nilai bahaya atau besarnya nilai faktor-faktor yang mempengaruhi erosi. Perkiraan atau prediksi besarnya laju erosi yang mungkin terjadi di lapangan dapat ditentukan antara lain dengan menggunakan metode Wischmeier dan Smith (1978) yang dikenal dengan Persamaan Umum Kehilangan Tanah (PUKT) atau dalam bahasa Inggris Universal Soil Loss Equation (USLE) , yaitu sebagai berikut :


A = R x K x L x S x C x P

A adalah banyaknya tanah tererosi (ton/ha/tahun),
R adalah faktor curah hujan dan aliran permukaan, yaitu jumlah satuan indeks erosi hujan, yang merupakan perkalian antara energi hujan total (E) dengan intensitas hujan maksimum 30 menit (I30 ), tahunan,
K adalah faktor erodibilitas (kepekaan) tanah, yaitu laju erosi per indeks erosi hujan � untuk suatu tanah yang didapat dari petak percobaan standar, yaitu petak percobaan yang panjangnya 22 meter (72,6 kaki) terletak pada lereng 9 % tanpa tanaman,
L adalah faktor panjang lereng, yaitu nisbah antara besarnya erosi dari tanah dengan suatu panjang lereng tertentu terhadap erosi dari tanah dengan panjang lereng 22 meter (72,6 kaki) di bawah keadaan yang identik,
S adalah faktor kemiringan/kecuraman lereng, yaitu nisbah antara besarnya erosi yang terjadi dari suatu tanah dengan kemiringan lereng tertentu, terhadap besarnya erosi dari tanah dengan lereng 9 % di bawah keadaan yang identik,
C adalah faktor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanaman, yaitu nisbah antara besarnya erosi dari suatu areal dengan vegetasi penutup dan pengelolaan tanaman tertentu terhadap besarnya erosi dari tanah yang identik tanpa tanaman,
P adalah faktor tindakan khusus konservasi tanah, yaitu nisbah antara besarnya erosi dari tanah yang diberi perlakuan tindakan konservasi khusus seperti pengolahan tanah menurut kontur, penanaman dalam strip atau teras terhadap besarnya erosi dari tanah yang diolah searah lereng dalam keadaan yang identik.


Metode Pengendalian Erosi
Usaha pengendalian erosi pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi 3 metode, yaitu :
1. Metode Vegetatif
Metode ini mempergunakan tumbuhan atau tanaman dan sisa-sisanya untuk mengurangi daya rusak hujan yang jatuh, jumlah dan daya rusak aliran permukaan. Fungsi tumbuhan dalam metode ini untuk : a) melindungi tanah dari daya perusak butir-butir hujan, b) melindungi tanah dari aliran permukaan, dan c) memperbaiki kapasitas infiltrasi tanah dan penahanan air yang akan mempengaruhi besarnya aliran permukaan. Termasuk dalam metode vegetatif ini diantaranya; budidaya tanaman semusim (jagung, kacang tanah, dan lain-lain) secara musiman atau tanaman permanen, penanaman dalam strip cropping, pergiliran tanaman, sistem pertanian hutan (agro forestry), pemanfaatan sisa tanaman.
  1. Metode Mekanik
Metode mekanik adalah semua perlakuan fisik mekanis yang diberikan terhadap tanah dan pembuatan bangunan untuk mengurangi aliran permukaan dan erosi, serta meningkatkan kemampuan penggunaan tanah. Metode mekanik dalam pengendalian erosi berfungsi: a) memperlambat aliran permukaan, b) menampung dan menyalurkan aliran permukaan dengan kekuatan yang tidak merusak, c) memperbaiki atau memperbesar infiltrasi air ke dalam tanah dan memperbaiki aerasi tanah, serta d) menyediakan air bagi tanaman. Termasuk dalam metode mekanik adalah pengolahan tanah (tillage), pengolahan tanah menurut kontur (contour cultivation), guludan dan guludan bersaluran menurut kontur, teras (teras bangku, teras berlereng), dam penghambat (check dam, waduk, rorak, tanggul), dan perbaikan drainase.
  1. Metode Kimiawi
Metode kimia dalam pengendalian erosi menggunakan preparat kimia sintetis atau alami. Metode ini sering dikenal dengan sebutan soil conditioner, yang bertujuan memperbaiki struktur tanah. Beberapa contoh soil conditioner yaitu; PVA (Polyvinyl alcohol), PAA (Poly acrylic acid), VAMA (Vinyl acetate malcic acidcopolymer), DAEMA (Dimethyl amino ethyl metacrylate), dan Emulsi Bitumen.
Sering pula dilakukan pengendalian erosi dengan mengkombinasikan dari dua metode pengendalian erosi atau bahkan ketiga metode tersebut di atas digunakan secara bersamaan dalam usaha mengendalikan erosi.


Penutup
Sejumlah usaha untuk pengendalian erosi tanah telah tersedia, masing-masing mempunyai nilai keuntungan ekonomis yang berbeda, serta mempunyai kemampuan yang berbeda pula dalam menekan laju erosi. Selain macam tanaman, sistem pengelolaan dan metode pengendalian yang digunakan berpengaruh terhadap besarnya laju erosi. Oleh karena itu, perlu dicarikan berbagai alternatif pemilihan usaha pengendalian erosi tanah berdasarkan keuntungan dan risiko besarnya erosi yang mungkin terjadi. Selanjutnya para pengelola sumberdaya (misal: petani) dapat diarahkan agar bersedia untuk memilih tanaman dan metode pengendalian erosi yang mampu memberi keuntungan cukup tinggi serta risiko timbulnya erosi serendah-rendahnya.


 

Daftar Pustaka

Arsyad S., 1989, Konservasi Tanah dan Air, IPB Press, Bogor.
Foth H.D., 1995, Dasar-dasar Ilmu Tanah, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Rahim S.E, , Pelestarian Lingkungan Hidup Melalui Pengendalian Erosi Tanah, UNSRI, Palembang. 
Rahim S.E., Pengendalian erosi tanah dalam rangka pelestarian lingkungan hidup. Bumi Aksara, Jakarta.
Schwab G.O., Richard K.F., Kenneth K.B., 1981, Soil and Water Conservation Engineering, John Wiley & Sons, New York.
Syah A.R., 1995, Penentuan Erosi dan Sedimentasi Pada Daerah Aliran Sungai (DAS), Majalah Ilmiah Universitas Jambi No.45 Tahun 1995, Jambi.
Wudianto, R., 1989, Mencegah Erosi, Penebar Swadaya, Jakarta.

bahan: ut.ac.id
 

BANJIR DI JAKARTA DAN PENYEBABNYA

SILABUS KTA

Matakuliah KTA membahas dan/atau mendiskusikan tentang pengantar umum Konservasi Tanah dan Air (KTA), definisi dan pengertian KTA, erosi, sedimentasi, banjir dan lahan kritis, proses dan mekanisme erosi, sedimentasi, banjir dan tanah longsor, serta pengukuran parameter-parameter yang terkait dengan KTA, prediksi dan evaluasi bahaya erosi, metode KTA dan teknik pengendalian erosi, serta seminar topik pilihan.

Silabus Mata Kuliah

I. Pengantar
 a. Sumberdaya Tanah dan Air (SDTA)
b. Manfaat dan Risiko Kerusakan SDTA
c. Peranan Konservasi Tanah dan Air (KTA)
d. Ilmu-ilmu Pengetahuan Penunjang Matakuliah KTA

II. Pengertian dan Komponen KTA
a. Konservasi Tanah dan Air
b. Erosi dan Jenis Erosi
c. Sedimentasi dan Banjir
d. Lahan Kritis dan Klasifikasi Lahan Kritis

III. Proses dan Mekanisme Komponen KTA
a. Erosi
b. Sedimentasi
c. Banjir
d. Tanah Longsor

IV. Pengukuran Parameter-parameter KTA
a. Curah Hujan, Limpasan Air Permukaan dan Erosi
b. Infiltrasi dan Permeabilitas Tanah
c. Debit Limpasan Air Sungai
d. Konsentrasi Sedimen Melayang dan Total Sedimen

V. Prediksi dan Evaluasi Bahaya Erosi
  a. Prediksi Erosi dengan Metode USLE
b. Prediksi Erosi dengan Metode Modifikasi USLE dan Revisi USLE
c. Prediksi Erosi dengan Metode SDR
d. Evaluasi Bahaya Erosi

VI. Metode KTA dan Pengendalian Erosi
a. Metode Vegetatif
b. Metode Mekanik dan/atau Teknik Sipil
c. Metode Kimia
d. Pencegahan dan Penanggulangan Erosi

VII. Seminar
a. Telaah Hasil-hasil Penelitian KTA yang dipilih.
b. Seminar topik KTA pilihan oleh kelompok mahasiswa.

EROSI DAN JENIS-JENISNYA

Di daerah tropis, seperti di negara kita mempunyai curah hujan tinggi sehingga erosi yang disebabkan oleh angin tidak begitu banyak terjadi. Erosi menyebabkan hilangnya lapisan atas tanah yang subur dan baik untuk pertumbuhan tanaman serta berkurangnya kemampuan tanah untuk menyerap dan menahan air. Tanah yang terangkut tersebut akan diendapkan di tempat lain: didalam sungai, waduk, danau, saluran irigasi dan sebagainya.

Berbicara tentang erosi, maka tidak lepas dari aliran permukaan. Dengan adanya aliran air di atas permukaan tanah, tanah dapat terkikis dan selanjutnya diangkut ke tempat yang lebih rendah. Dengan demikian terjadilah perpindahan lapisan tanah; mineral-mineral dan bahan organik yang terdapat pada permukaan tanah (Sjahrullah, 1987).
Erosi adalah hilangnya atau terkikisnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat yang diangkut oleh media alami ketempat lain (Arsyad, 1989).

Ada dua macam erosi, yaitu erosi normal dan erosi dipercepat. Erosi normal juga disebut erosi geologi atau erosi alami merupakan proses-proses pengangkutan tanah yang terjadi dibawah keadaan vegetasi alami. Biasanya terjadi dengan laju yang lambat yang memungkinkan terbentuknya tanah yang tebal yang mampu mendukung pertumbuhan vegetasi secara normal. Erosi dipercepat adalah pengangkutan tanah yang menimbulkan kerusakan tanah sebagai akibat perbuatan manusia yang mengganggu keseimbangan antara proses pembentukan dan pengangkutan tanah (Arsyad, 1989).

Erosi dipercepat dapat menimbulkan berbagai masalah antara lain (Arsyad, 1989; dalam Nasiah 2000) sebagai berikut :
a. Merosotnya peroduktivitas tanah pada lahan yang tererosi, yang disertai dengan merosotnya daya dukung serta kualitas lingkungan hidup.
b. Sungai, waduk, dan saluran irigasi/drainase di daerah hilir menjadi dangkal, sehingga daya guna dan basil guna berkurang.
c. Secara tidak langsung mengakibatkan terjadinya banjir yang kronis pada setiap musim penghijauan dan kekeringan pada musim kemarau.
d. Dapat menghilangkan fungsi hidrologi tanah.

Menurut bentuknya, erosi dibedakan dalam : erosi percik, erosi lembar, erosi alur, erosi parit, erosi tebing sungai, erosi internal dan tanah longsor (Suripin 2001).
1. Erosi Percik (Splash erosion) adalah proses terkelupasnya patikel-partikel tanah bagian atas oleh tenaga kinetik air hujan bebas atau sebagai air lolos. Arah dan jarak terkelupasnya partikel-partikel tanah ditentukan oleh kemiringan lereng, kecepatan dan arah angin, keadaan kekasaran permukaan tanah, dan penutupan tanah.
2. Erosi Lembar (Sheet erosion) adalah erosi yang terjadi ketika lapisan tipis permukaan tanah di daerah berlereng terkikis oleh kombinasi air hujan dan air larian (runoff).
3. Erosi Alur (Rill erosion) adalah pengelupasan yang diikuti dengan pengangkutan partikel-partikel tanah oleh aliran air larian yang terkonsentrasi di dalam saluran-saluran air. Alur-alur yang terjadi masih dangkal dan dapat dihilangkan dengan pengolahan tanah.
4. Erosi Parit (Gully erosion) proses terjadinya sama dengan erosi alur, tetapi saluran yang terbentuk sudah sedemikian dalamnya sehingga tidak dapat dihilangkan dengan pengolahan tanah biasa.
5. Erosi Tebing Sungai (Streambank erosion) adalah pengikisan tanah pada tebing-tebing sungai dan pengerusan dasar sungai oleh aliran air sungai. Erosi tebing akan lebih hebat jika vegetasi penutup tebing telah habis atau jika dilakukan pengolahan tanah terlalu dekat tebing.
6. Erosi Internal (Internal or subsurface erosion) adalah terangkutnya butir-butir primer kebawah ke dalam celah-celah atau pori-pori tanah sehingga tanah menjadi kedap air dan udara. Erosi internal menyebabkan menurunnya kapasitas infiltrasi tanah dengan cepat sehingga aliran permukaan meningkat yang menyebabkan terjadinya erosi lembar atau erosi alur.
7. Tanah Longsor (Landslide) adalah suatu bentuk erosi yang pengangkutan atau pemindahan tanahnya terjadi pada suatu saat dalam volume yang besar.

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Sitanala. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Nasiah. 2000. Evaluasi Kemampuan Lahan dan Tingkat Bahaya Erosi Untuk Prioritas Konservasi Lahan di Daerah Aliran Sungai Takapala Kabupaten Dati II Gowa Propinsi Sulawesi Selatan. Tesis. Program Pasca sarjana, UGM. Yogyakarta.

PREDIKSI LAJU EROSI TANAH TAHUNAN

index.jpeg
 
Prediksi erosi sangat bermanfaat untuk menentukan cara pencegahan erosi atau sistem pengelolaan tanah pada umumnya, sehingga kerusakan tanah oleh erosi dapat ditekan sekecil mungkin.

Dalam menentukan jumlah tanah yang mungkin tererosi dari sebidang tanah di bawah suatu sistem pengelolaan tertentu, perlu ditetapkan berapa besarnya erosi dari tanah tersebut yang masih dapat diperkenangkan/diperbolehkan. Untuk memprediksi erosi tanah, soil conservation service USDA memperhitungkan lima faktor yang mempengaruhi erosi yaitu iklim, topografi, vegetasi, tanah dan manusia, yang dikenal dengan rumus Universal Soil Loss Equation (Kartasapoetra, 2000).


Gabriels dalam Kartasapoetra, (2000) menyederhanakan faktor-faktor yang mempengaruhi erosi menjadi dua, yaitu erositivitas dan erodibilitas. Jika faktor-faktor kriteria USDA dan yang ditemukan Hudson dalam Kartasapoetra (2000) digabungkan dalam bentuk bagian yang nampak dalam Gambar 2.2. Faktor –faktor penyebab erosi.

Gambar 2.2 faktor-faktor Penyebab erosi (Kartasapoetra, 2000).

Untuk memprediksi besarnya erosi dari sebidang tanah tertentu pada suatu kecuraman lereng dengan pola hujan tertentu untuk setiap macam penanaman dan tindakan pengelolaan yang mungkin dilakukan atau yang sedang dilakukan atau yang sedang dipergunakan, digunakan Persamaan Umum Kehilangan Tanah (PUKT) atau Universal Soil Loss Equation (USLE) (Wischmeier dan Smith, 1978 dalam Arsyad 1989) dan rumusnya adalah sebagai berikut


A = R. K. L. S. C.P

Dimana:


A = Banyaknya tanah tererosi dalam (ton/ha/tahun)
R = Faktor hujan dan aliran permukaan (ton/ha/tahun)
K = Faktor erodibilitas tanah merupakan kehilangan tanah persatuan luas untuk; indeks erosivitas hujan dari tanah terbuka dengan kelerengan 9% dan panjangnya 22,14 m.
L = Faktor panjang lereng (m)
S = Faktor kecuraman lereng (%)
C = Faktor pengelolaan Tanaman
P = Faktor praktek pengendalian erosi secara mekanis (Wichmeier dan Smith, 1978 dalam Asdak, 1995).

Persamaan tersebut oleh Wischmeier (1979) dianggap memiliki kegunaan sebagai berikut :
  1. Meramalkan kisaran kehilangan tanah tahunan lahan yang khusus;
  2. Memberikan petunjuk dalam memilih sistem pengelolaan pertanaman dan praktek konservasi secara mekanis yang cocok pada suatu lahan yang miring;
  3. Meramalkan perubahan kehilangan tanah yang akan dihasilkan akibat adanya perubahan sistem pengolahan pertanaman dan praktek konservasi secara mekanis pada suatu lahan;
  4. Menentukan bagaimana praktek-praktek konservasi harus dilakukan agar dapat diperoleh cara pengelolaan lahan yang lebih intensif;
  5. Meramalkan kehilangan tanah dari penggunaan lahan diluar pertanian (Ananta, 1991 dalam Nasiah, 2000).
Asdak, (1995) mengemukakan kelemahan dari persamaan tersebut yakni sebagai berikut :
  1. Persamaan Umum Kehilangan Tanah (PUKT) bersifat empiris dan secara matematik tidak mewakili proses erosi yang sebenarnya.
  2. Persamaan Umum Kehilangan Tanah (PUKH) dirancang untuk memperkirakan besarnya kehilangan tanah rata-rata tahunan.
  3. Persamaan Umum Kehilangan Tanah (PUKT) hanya memperkirakan erosi.
  4. Persamaan Umum Kehilangan Tanah (PUKT) tidak memperhitungkan endapan sedimen.
Daftar Pustaka
Kartasapoetra, dkk. 1985. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. Rineka Cipta. Jakarta.
Arsyad, Sitanala. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Nasiah. 2000. Evaluasi Kemampuan Lahan dan Tingkat Bahaya Erosi Untuk Prioritas Konservasi Lahan di Daerah Aliran Sungai Takapala Kabupaten Dati II Gowa Propinsi Sulawesi Selatan. Tesis. Program Pasca sarjana, UGM. Yogyakarta.
Asdak, Chay. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. UGM Press. Yogyakarta.

EROSI YANG DIPERBOLEHKAN



Dalam merencanakan suatu kawasan untuk penggunaan lahan di bidang pertanian atau apapun perlu dilakukan upaya pendugaan laju erosi untuk masing-masing tipe penggunaan lahan. Dengan menggunakan rumus umum erosi tanah Rahim (2003) mampu membuat pembedaan tingkat erosi tanah untuk setiap penggunaan lahan. Untuk itu diperlukan laju erosi diperbolehkan (Edb). Erosi yang masih diperbolehkan adalah laju erosi yang dinyatakan dalam mm/tahun atau ton/ha/tahun yang terbesar yang masih dapat dibiarkan atau ditoleransikan agar terpelihara suatu kedalaman tanah yang cukup bagi perumbuhan tanaman/tumbuhan yang memungkinkan tercapainya produktivitas yang tinggi secara lestari (Arsyad, 1989).

Menurut Kartasapoetra (2000), yang dimaksudkan dengan erosi yang masih diperbolehkan (Soil Loss Tolerance) yaitu untuk mengetahui besarnya erosi yang mungkin dapat diimbangi atau lebih diimbangi dengan tindakan atau perlakuan manusia yang dapat membantu lajunya pembentukan tanah, sehingga besarnya erosi selalu dibawah laju pembentukan tanah.

Kecepatan pembentukan tanah di Indonesia cukup beragam, tergantung dari jenis batuan (bahan) induk dan faktor-faktor pembentuk tanah lainnya. Suhu dan curah hujan yang tinggi di Indonesia juga mempercepat proses pembentukan tanah.

Thompson (1957) dalam Suprapta (1996) menentukan batas tingkat erosi yang masih diperbolehkan mendasarkan pada kedalaman tanah, permeabilitas lapisan bawah dan kondisi substratum. Wischmeier dan Smith (1978) mengemukakan dasar-dasar untuk menentukan tingkat erosi yang masih diperbolehkan dengan memperhatikan kedalaman tanah, sifat-sifat fisik tanah yang mempengaruhi perkembangan akar, pencegahan terbentuknya erosi parit, penyusunan kandungan bahan organik, kehilangan unsur hara dan masalah-masalah yang ditimbulkan oleh sedimen di lapangan. Wischmeier dan Smith telah menetapkan angka tingkat erosi yang masih diperbolehkan adalah antara 4,48 sampai 111,21 ton/ha/th.

Menurut Bennet (1939), Hudson (1876) perkiraan pembentukan tanah atas setebal 2,5 cm, atau kira-kira 375 ton/hektar, terjadi selama 300 tahun dalam kondisi alami (Saifuddin, 1978, dalam Suprapta, 1996). Tetapi waktu pembentukan tanah ini dapat dipercepat menjadi kira-kira 30 tahun saja, apabila dilakukan pengelolaan tanah sehingga tata air dan tata udara diperbaiki dan penambahan bahan organik.

Suatu pembentukan tanah setebal 25 mm selama 30 tahun kira-kira akan sama dengan 12,5 ton/ha/th (Saifuddin, 1978, dalam Suprapta,1996). Sebagai gambaran besarnya tingkat erosi yang masih diperbolehkan sesuai dengan sifat tanah dan substrata, Soil Conservation Service.

Untuk tanah-tanah di Indonesia oleh Arsyad telah ditentukan besarnya tanah tererosi berdasarkan atas sifat tanah dan keadaan substratum yang dikenal dengan nilai “ T “ (laju erosi yang masih dibiarkan dalam mm).

Satuan lahan diartikan sebagai suatu areal lahan yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang dapat ditentukan batasnya pada peta (Mangunsukardjo, 1985, dimodifikasi dari FAO, 1978 dalam Nasiah, 2000). Batasan yang dimaksud adalah mengklasifikasikan lahan berdasarkan kesamaan kemiringan lereng, karakteristik relief/morfologi, struktur/litologi, proses geomorfologi, vegetasi/penggunaan lahan (Mangunsukardjo, 1985).

Dalam rencana penelitian ini satuan lahan diperoleh dari hasil tumpangsusun (overlay) peta kemiringan lereng, peta bentuklahan, peta penggunaan lahan, peta jenis tanah, dan peta geologi.

Daftar Pustaka

  • Arsyad, Sitanala. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
  • Kartasapoetra, dkk. 1985. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. Rineka Cipta. Jakarta.
  • Suprapto. 2000. Geomorpologi Dasar. Jurusan Geografi. FMIPA, UNM. Makassar. Suprojo, Suratman Woro dan Jamulya. 1993. Pengantar Geografi Tanah. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Universitas Gajah Mada, Fakultas Geografi. Yogyakarta.
  • Nasiah. 2000. Evaluasi Kemampuan Lahan dan Tingkat Bahaya Erosi Untuk Prioritas Konservasi Lahan di Daerah Aliran Sungai Takapala Kabupaten Dati II Gowa Propinsi Sulawesi Selatan. Tesis. Program Pasca sarjana, UGM. Yogyakarta.

PROSES TERJADINYA EROSI

 index.jpeg

Erosi merupakan proses alam yang terjadi di banyak lokasi yang biasanya semakin diperparah oleh ulah manusia. Proses alam yang menyebabkan terjadinya erosi adalah karena faktor curah hujan, tekstur tanah, tingkat kemiringan dan tutupan tanah.
Intensitas curah hujan yang tinggi di suatu lokasi yang tekstur tanahnya adalah sedimen, misalnya pasir serta letak tanahnya juga agak curam menimbulkan tingkat erosi yang tinggi.
Selain faktor curah hujan, tekstur tanah dan kemiringannya, tutupan tanah juga mempengaruhi tingkat erosi. Tanah yang gundul tanpa ada tanaman pohon atau rumput akan rawan terhadap erosi. Erosi juga dapat disebabkan oleh angin, air laut dan es.


 Di daerah beriklim tropika basah, aliran merupakan penyebab utama erosi tanah, sedangkan angin tidak mempunyai pengaruh yang berarti. Proses erosi terdiri atas tiga bagian yang berurutan :
  1. pengelupasan (detachment),
  2. pengangkutan (transportation), dan
  3. pengendapan (sedimentation) (Asdak, 1995).
Proses erosi oleh air merupakan kombinasi dua sub proses yaitu :
  1. penghancuran struktur tanah menjadi butir-butir primer oleh energi tumbuk butir-butir hujan yang menimpa tanah dan perendaman oleh air yang tergenang, dan pemindahan (pengangkutan) butir-butir tanah oleh percikan hujan, dan
  2. penghancuran struktur tanah diikuti pengangkutan butir-butir tanah tersebut oleh air yang mengalir dipermukaan tanah. Secara skematis proses terjadinya erosi diperlihatkan pada gambar 2.1

Gambar: Skema proses terjadinya Erosi Tanah (Arsyad, 1989)

Air hujan yang menimpa tanah-tanah terbuka akan menyebabkan tanah terdispersi. Sebagian dari air hujan yang jatuh tersebut akan mengalir di atas permukaan tanah. Banyaknya air hujan yang mengalir diatas permukaan tanah tergantung pada hubungan antara jumlah dan intensitas hujan dengan kapasitas infiltrasi tanah dan kapasitas penyimpanan air tanah. Kekuatan perusak air yang mengalir diatas permukaan tanah akan semakin besar dengan semakin curam dan makin panjang lereng permukaan tanah.

Tumbuh-tumbuhan yang hidup diatas permukaan tanah dapat memperbaiki kemampuan tanah menyerap air dan memperkecil kekuatan perusak butir-butir hujan yang jatuh, dan daya dispersi dan angkut aliran air di atas permukaan tanah. Perlakuan atau tindakan-tindakan yang diberikan manusia terhadap tanah dan tumbuh-tumbuhan di atasnya akan menentukan apakah tanah itu akan menjadi baik dan produktif atau menjadi rusak (Arsad, 1989).

DAFTAR PUSTAKA
Asdak, Chay. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. UGM Press. Yogyakarta.
Arsyad, Sitanala. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Institut Pertanian

MEMBUAT SAWAH DAN MENGENAL TERASERING UNTUK ANAK-ANAK

Siang itu, Rahma dan Rafif ingin membuat orang-orangan sawah pakai stik es krim, namun sebelumnya mereka berencana membuat sawahnya dulu. Disambunglah 4 lembar kertas folio menggunakan selotip, terus diwarnai sebagai sawah. Namun rupanya mereka ga sabar, meski terlihat sekali mereka sangat ingin main sawah-sawahan…
sawah-3 Melihat hal itu, ayah akhirnya mengeluarkan busa (strerofoam) dan dibentuk-bentuk menyerupai sawah terasering. Lalu dihias pake serbuk kayu yang sudah diberi warna. Ada orang-orangan sawah, tali pengusir burung, gubug. Rafif mengeluarkan miniatur boneka naruto and friends, untuk melengkapi permainan ini.
Permainan ini merupakan saat yang tepat untuk membahas istilah terasering, sambil terus asyik bermain, mama menyelipkan informasi yang berhubungan dengan sawah dan terasering.
Usai bermain, Rahma menulis kosakata seputar permainan :
  1. padi
  2. sawah
  3. gubug
  4. orang-orangan sawah untuk mengusir burung
  5. terasering
sawah-4 Gubug dibuat dari stik ek krim yang dirangkai (dilem)sedemikian rupa sampai menjadi sebuah gubug. Boneka Naruto n friends ditempel ke tusuk gigi pake selotip supaya bisa ditancapkan ke sterofoam. Oya, atap gubug menggunakan daun pisang yang sudah kering terus digunting sesuai ukuran kerangka atap yang sudah dibuat.
Senang sekali melihat mereka bermain sambil belajar seperti hari ini…
Cara membuat sawah dan gubug yang lebih rinci bisa dibuat di Prakarya Mudah untuk Anak.

SAWAH TERASERING



EROSI DAN KESUBURAN TANAH

Tanah yang terletak di daerah tropika basah maupun di sub-tropika akan memgalami proses pengikisan atau erosi. Erosi adalah pengikisan tanah oleh air, angin atau gletsyer. Erosi akan menghanyutkan humus sehingga tanah menjadi gersang dan tandus. Untuk menghindarkan terjadinya erosi dapat dilakukan dengan cara memperbanyak jumlah dan jenis tanaman serta dengan pendekatan mekanik seperti pembuatan teras atau sengkedan dan penutupan tanah. Akar tanaman dapat menyerap air di dalam tanah dan daun-daun akan mengurangi jatuhnya air hujan ke atas tanah.

Macam-macam erosi antara lain:

  • Erosi deflasi, yaitu erosi yang ditimbulkan oleh angin. Erosi ini terjadi di daerah gurun pasir yang luas, misalnya di Gurun Saudi dan Gurun Sahara.
  • Erosi glasial, yaitu erosi yang disebabkan oleh es atau salju yang mencair. Erosi ini terjadi pada daerah pegunungan yang bagian puncaknya selalu diselimuti salju.
  • Erosi marine (abrasi), yaitu erosi yang disebabkan oleh pukulan-pukulan gelombang air laut. Abrasi dapat mengakibatkan jebolnya tebing-tebing pantai.

Jenis Pupuk

Tumbuhan dapat tegak berdiri karena kokohnya perakaran di dalam tanah. Di dalam tanah, akar-akar tumbuhan menyerap unsur-unsur hara. Agar tanah tetap subur, perlu dilakukan usaha penyuburan tanah. Penyuburan tanah dapat dilakukan dengan pemberian pupuk. Kita mengenal jenis-jenis pupuk sebagai berikut:

  • Pupuk hijau, yaitu pupuk yang berasal dari sisa-sisa tumbuhan hijau. Misalnya daun, ranting, dan batang.
  • Pupuk kompos, yaitu pupuk yang berasal dari sampah dan daun-daunan yang dibusukkan di dalam tanah.
  • Pupuk kandang, yaitu pupuk yang berasal dari kotoran hewan. Misalnya kotoran kambing, kotoran sapi, kotoran kerbau, dan sebagainya.
  • Pupuk buatan, yaitu pupuk yang dibuat di pabrik-pabrik pupuk. Misalnya pupuk UREA, NPK, TSP, ZA, dan sebagainya.

Upaya Menjaga Kesuburan Tanah

Untuk menjaga kelestarian kesuburan tanah dan mengurangi pengikisan tanah oleh air, maka kita dapat melakukan beberapa cara berikut ini:
  • Reboisasi, yaitu penghijauan dan penghutanan kembali tanah-tanah bekas hutan yang gundul.
  • Pemupukan, yaitu usaha mengganti zat-zat makanan tumbuhan yang makin berkurang karena telah dipergunakan oleh tumbuhan atau dihanyutkan oleh air.
  • Terasering atau sengkedan, yaitu pengolahan tanah yang miring pada lereng gunung dan dibuat berjenjang.
  • Melarang penebangan liar dengan cara mengeluarkan undang-undang tentang lingkungan hidup dan pelaksanaannya disertai dengan sanksi yang tegas.
  • Pergiliran tanaman agar kebutuhan zat-zat hara di dalam tanah dapat terpenuhi dalam jumlah yang cukup dan berimbang.
Semoga informasi mengenai pengertian erosi, macam-macam erosi, macam-macam pupuk, dan usaha menjaga kesuburan tanah ini bisa berguna untuk Anda.

Referensi: http://soerya.surabaya.go.id/AuP/e-DU.KONTEN/edukasi.net/Fenomena.Alam/Erosi.Alam/all.htm

SOIL CONSERVATION

How does water stay in the soil?

  1. Is soil made through magic? 2. Does soil have parents?
3. What does the weather do to soil?
4. What's on, and in, the horizon?
5. How does soil help me keep my cool?
6. Do soils come in different colors?
7. How does water stay in the soil?
8. How does air get into the soil?
9. Why do plants like soil?
10. Do roots just help plants?
11. Does soil care about time?
12. Can we keep the soil from washing and blowing away?
13. What is soil conservation?
SK Worm with an umbrella looking at rainwater seeping into soil

When water gets into the soil,

it pours into pores. Pores are spaces in the soil that come in different sizes. The bigger the pore, the mo

RUMAH TUAI HUJAN

Oleh: H. Supli Effendi Rahim
Sumber: http://suplirahim.multiply.com/
Sejak pendidikan di Inggris pada era 1980-1990 saya banyak merenung dan merenung. Salah satu renungan saya kala itu adalah bahwa Inggris mempunyai curah hujan yang relatif rendah yakni sekitar 700 mm per tahun. Jumlah ini hanya sekitar 25% dari apa yang dianugerahkan Tuhan kepada bangsa Indonesia. Di negara kita curah hujan tahunan berkisar antara 1500 mm di bagian timur dan dapat mencapai 4500 mm di bagian barat Indonesia.
Dengan curah hujan yang jauh lebih rendah dibandingkan curah hujan negara kita ternyata Inggris jarang mengalami kekurangan air bersih (air ledeng). Selidik punya selidik ternyata mereka sudah mengerti dengan pesan dari langit – Tuhan. Meskipun mereka juga dikenal dengan negara “godless country” tetapi dalam konteks ini mereka memahami pesan Tuhan mereka – bersyukur dengan pemberian Tuhan. Tuhan memberi mereka curah hujan yang mencukupi. Mengapa bisa mencukupi?
Ternyata mereka memanen hujan antara lain dalam bentuk “runoff harvesting” (panen air limpasan). Di mana-mana dibangun danau buatan. Dengan danau yang berukuran raksasa yang menyebar di seluruh negeri maka kebutuhan air untuk irigasi dan untuk kebutuhan lainnya menjadi tercukupi. Air bersih yang mereka distribusikan kepada pelanggan juga didaur ulang sekian kali.
Kondisi kontras ternyata terjadi di tanah air kita. Kalau musim penghujan air hujan membentuk air bah (banjir). Sebaliknya di musim kemarau ketiadaan air untuk mandi, cuci dan kakus (MCK) merupakan menjadi hal biasa. Dengan kondisi begini berarti tanaman dan hewan ternak tentu jauh dari kecukupan air. Banyak ternak, kolam ikan dan tanaman menjadi kekurangan air. Ironis bukan?
Beranjak dari kondisi itu saya berfikir dan bekerja keras. Yang saya lakukan adalah membangun opini di masyarakat tentang bagaimana mengubah fenomena banjir dan kekeringan ini tidak lagi menjadi fenomena derita. Walaupun tidak bisa meniadakan banjir dan kekeringan, tetapi saya ingin sekali banyak pihak menjadi sadar bahwa air yang dikirim ke bumi dari langit bukan laknat tetapi merupakan rahmat. Sebaliknya kekeringan di musim kemarau merupakan era di mana radiasi matahari merupakan sumber energi yang sangat baik untuk berlangsungnya fotosintesis. Dari proses ini dihasilkan banyak senayawa organik seperti karbohidrat, lemak dan protein. Yang dibutuhkan adalah khlorofil. Khlorofil terbentuk bila cukup air. Karena itu bila air ditampung selama musim hujan, maka akan banyak manfaatnya di musim kemarau.
Mencoba agar fenomera tersebut menjadi kenyataan saya diberi kesempatan oleh Allah, Tuhan yang maha kuasa untuk memodifikasi rumah sebagai ajang “kemarahan” saya dengan sulitnya meminta dukungan dari banyak pihak untuk membangun rumah panen hujan. Terus terang saya mempunyai uang terbatas yang tidak terbatas pada diri saya dan keluarga adalah semangat dan kasih sayang sesama. Pada tahun 1998. Saya menemukan lahan rawa di pinggir kompleks perumahan Bukit Sejahtera Palembang, tepatnya di sebelah rumah nomor DN 22, DN 23 dan DM 4. Lahan ini memanjang berukuran 59 m dan lebar 24 m. Luas lahan ini sekitar 1440 m2. Lahan ini memanjang dari timur ke barat.
Bagi saya lahan ini sangat tepat karena lahan ini merupakan tempat air (tangkapan) sewaktu musim penghujan. Untuk itu saya harus menggunakan prinsip “menggali bila ingin menimbun”. Alhamdulilah setelah lahan saya tata di mana untuk rumah di mana untuk kolam, maka di sepakati bahwa rencana bangunan rumah saya letakkan di bagian barat dan di bagian timur kolam ikan. Rencana rumah nantinya di bagian belakang akan dibangun kolam renang yang saya rencanakan berguna multi guna yakni sebagai sumber air untuk cuci pakaian, untuk penampungan air hujan dan kolam untuk mandi.
Kolam ikan di bagian timur juga saya akan gunakan dengan multi-guna yakni sebagai tempat penampungan ir hujan dari seluruh areal, tempat penampungan limbah domestik dan tempat membesarkan berbagai jenis ikan serta tempat rekreasi. Belakangan air kolam itu menjadi sumber air yang baik untuk cuci kendaraan dan sumber irigasi untuk tanaman.
Setelah enam tahunan berksperimen saya mulai “membangun” rumah panen hujan yang saya telah lama saya rencanakan. Rumah itu atapnya akan saya lengkapi dengan dak-dak palsu sebagai talang untuk penampungan air hujan. Nah tahun 2006 semua selesai dan air hujan ternyata dengan curah hujan gerimis sampai lebat akan terkumpul di kolam renang belakang rumah. Semua bisa mandi, tetapi ada sedikit yang tidak baik yakni rekening air ledeng saya tinggal 30 a/d 40 persen dibandingkan bila saya tidak mengunakan rumah panen hujan ini. Mudah2an tidak menjadikan teman2 di PDAM kecewa. Tetapi dalam fikiran saya bila ini ditiru jutaan rumah di seluruh tanah air dan bahkan dunia maka fenomena banjir dan kekeringan akan menjadi berkurang. Ok pembaca nanti saya akan cerita lebih lengkap. Wass.
videonya boleh ditengok di sini: http://www.youtube.com/watch?v=43t8bFztUuA

RUMAH DENGAN SISTEM PANEN HUJAN

Oleh: H. Supli Effendi Rahim
Hamba Allah, dosen dan peneliti FP dan PPS UNSRI, sup_effendi@yahoo.co.id HP +62 82184824570  Komplek Bukit Sejahtera Blok DM 99 RT 56 Bukit Lama Palembang 30139 Indonesia Telp +62 711 441140 Palembang, 2007

Video: http://www.youtube.com/watch?v=43t8bFztUuA

PENGANTAR
Panen hujan bukan hal baru. Pemanfaatan air hujan untuk kehidupan manusia diyakini  sama tuanya dengan kedatangan manusia pertama dani bumi. Suatu referensi terbaik  dan terlengkap tentang proses terjadinya dan manfaat air hujan bagi kehidupan manusia tertulis dalam firman Tuhan (Al-qur’an) sejak 1400 tahun yang lalu.
Penulis dilahirkan dan dididik dari keluarga petani di salah satu desa kecamatan  Seginim kabupaten Bengkulu Selatan Bengkulu. Ayah penulis bernama H. A. Rahim dan  ibu Hj. Rahina. Keluarga seperti itu sangat memahami makna air sebagai rahmat Tuhan  Yang Maha Pemberi Rezeki. Bila tanpa air (sering diuji dengan kemarau panjang) maka  dengan sendirinya rezeki menjadi berkurang baik dalam jumlah dan keberkatannya.  Perkenalan dengan al-qur’an surat al-ambiya ayat 30 yang berbunyi: ”Kami jadikan  semua yang hidup dari air, mengapa kamu tidak mau beriman”, menjadikan penulis semakin memahami ”harga” air hujan – tidak ternilai.
Sejak masih menyewa dari bedeng ke bedeng di dasa warsa 70-an hingga 90-an penulis  mempunyai cita-cita untuk memiliki sebidang tanah di manapun berada untuk dibangun  sistem panen hujan. Sistem panen hujan yang dimaksud adalah sistem yang dibangun  untuk menampung semua air hujan yang jatuh pada lahan pekarangan dan rumah.  Alhamdulillah pada tahun 1998 bulan Agustus penulis dipertemukan dengan tetangga di  luar tembok luar kompleks tempat penulis tinggal 5 tahun sebelumnya. Dia menawarkan lahan rawa persis di berbatasan tembok kompleks Bukit Sejahtera.
Setelah dicapai saling pengertian dan perjuangan panjang (karena uang terbatas) maka  lahan rawa dengan luas 1.440 m2 itu resmi menjadi milik keluarga. Lahan ini mulai ditata.  Prinsip “tidak menimbun bila tidak menggali” mulai diterapkan. Rawa yang semula  ditanam padi itu pada bagian tertentu digali lalu tanahnya ditimbunkan di bagian yang  lainnya. Mimpi penulis ingin membangun rumah panen hujan mulai timbul dan tumbuh  dengan subur. Pembangunan rumah tersebut memperoleh pinjaman lunak dari Bank Sumsel Syariah Palembang.
Langkah awal yang lakukan adalah menggali kolam di bagian timur (disepakati sebagai bagian depan) dan di bagian barat (disepakati sebagai bagian belakang). Di bagian timur penulis rancang sebagai kolam
(a) semua air atap ditampung
(b) dari dak palsu disalurkan dengan dengan dak palsu pipa ke penyaringan
(c) air hujan ditampung ke kolam renang
(d) hujan yang jatuh di halaman ditampung di kolam depan rumah penampungan air hujan dari seluruh lahan. Luas kolam ini dirancang berukuran panjang 30 m dan lebar 12 m (25% dari luas lahan). Di bagian belakang adalah kolam penampungan air (belakangan dijadikan kolam renang) yang berasal dari sebagian besar atap rumah. Kolam renang ini berdimensi panjang 7 m lebar 5 m (2,5% dari seluruh luas lahan). Daerah yang ditimbun selanjutnya ditanami sejumlah jenis tanaman – pisang, ubikayu, sukun, kelapa, mangga, durian, pepaya dan sebagainya.
Gambar 1. Rumah panen hujan dengan pendekatan terpadu.
Sekeliling bangunan dibuat dak palsu sebagai “talang”. Alhamdulillah ¾ atap rumah sudah diarahkan saluran pengaliran air hujan menuju “cikal bakal” kolam renang. Sisa atap yang sudah dibuat talang berupa dak palsu sudah dibuat pipa penyalurannya tetapi masuk ke kolam di depan rumah. Setiap terjadi hujan lebat air hujan yang jatuh di bagian atap sebelah belakang rumah mampu menghasilkan air pengisi kolam renang puluhan meter kubik. Sedikitnya sekitar 6 sampai 10 meter kubik air bersih tertampung dalam kolam ini setiap kejadian hujan. Kolam yang bisa menyampung 40 m3 itu penuh dalam beberapa kali hujan lebat. Jumlah itu menghemat rekening ledeng hingga Rp 300 ribu per bulan bahkan lebih besar dari jumlah itu.
TANGKI AIR BERMETER, SEBAGAI BAGIAN PANEN HUJAN
Ada yang unik dengan pembangunan sistem panen hujan pada rumah penulis di Komplek Bukit Sejahtera blok DM 99 RT 56 Bukit Lama Palembang 30139 Indonesia. Pertama, tangki tersebut yang dirancang bersama antara penulis dan James Miller (James adalah yunior penulis dari University of Cranfield Inggrisn – diundang sebagai tenaga volunter dari Silsoe Aid For Appropriate Dvelopment – SAFAD). Keunikan
Gambar 2. Tangki air bermeter
Pertama adalah meter penunjuk ketinggian muka air dalam tangki. Kedua, bentuk tangki yang bulat dan panjang – mirip peluncur satelit). James menyarankan banyak hal tentang desain tangki. Penulis juga melakukan yang sama. Namun, tukang kepercayaan penulis sudah sangat pengalaman dan bila mereka (dua orang) tidak setuju maka akan dibantahnya dan dicarikan alternatif yang dianggap paling baik. Pembuatan meteran pembaca tinggi muka air berbeda dengan saran semula yakni disatukan dengan pipa penyaluran air. Dengan menggunakan elbow dan selang trasparan serta paku clamp dibuatlah meteran tersebut. Alhamdulillah fungsinya baik dan enak dilihat. Bentuk tangki air hujan yang bulat dan panjang menjadi daya tarik tersendiri.
Yang Menarik bahwa meskipun diameternya hanya 2 m dan tingginya 3 m tetapi isinya bukan 6 m3 melainkan sekitar 10 m3. Ini menambah kekaguman penulis kepada sang pencipta jagad raya yang semuanya berbentuk bola dengan demikian luas permukaannya luas dan isinya banyak. Meski bumi dianggap planet yang berukuran “kecil” dibanding dengan kebanyakan planet lain dalam tata surya matahari kita namun karena bentuknya seperti bola maka diyakini bahwa dalam waktu lama bumi tak akan penuh dengan manusia. Bumi bisa mendukung kehidupan manusia sampai i jumlah sebanyak-banyaknya. Insya-Allah. Sejak terbangunnya tangkii bermeter ini penulis semakin ingin mengajak semua pihak untuk menerapkan sistem panen hujan tersebut di manapun. Tidak urung kepala Dinas Pendidikan kota Palembang pernah menyatakan kepada penulis tentang niat beliau untuk membangun sistem panen hujan pada sekolah-sekolah yang ada di kota Palembang. Penulis waktu itu menjawab: “siap pak, kami akan bantu”.
KEUNTUNGAN MENERAPKAN SISTEM PANEN HUJAN
Semua kita termasuk penulis masih senang dengan fadhilah sesuatu amalan. Bila seseorang beriman maka selanjutnya dia beramal shaleh. Kalau tidak maka imannya akan rusak. Karena orang beriman mirip dengan sebatang pohon yang rindang dan kuat akarnya. Pohon seperti itu harusnya menghasilkan buah yang disenangi lingkungannya – manusia, binatang dan sebagainya. Buah ini sama dengan amal shaleh. Amal shaleh yang benar harus dilengkapi dengan upaya saling berwasiat tentang kebaikan dan saling berwasiat tentang kesabaran. Jadi tidak lengkap bila hanya dengan memenuhi kebutuhan sendiri- tidak mengajak orang lain. Panen hujan bukanlah hal sulit, yang penting ada kemauan. Orang yang memahami dengan baik fadhilah sesuatu perbuatan tentu tidak dengan serta merta pasti akan mengamalkannya (menerapkan teori yang ada padanya). Upaya sosialisasi atau pemberian pelatihan tentang sistem panen hujan di rumah-rumah merupakan awal yang baik. Bila telah tumbuh kesadaran bahwa panen hujan merupakan pekerjaan mulia – baik untuk diri sendir maupun lingkungan maka diyakini orang akan mengadopsinya. Maka bila semua penduduk sudah banyak menerapkan sistem panen hujan tidak saja ia akan memperoleh air hujan yang berkualitas tetapi dapat terjadi pengurangan banjir di sekeliling tempat tinggalnya.
Bagaimana sistem panen hujan bisa mengurangi banjir? Banjir yang dapat dikurangi dengan sistem panen hujan tentunya banjir yang hanya disebabkan oleh air hujan. Banjir karena limpahan air sungai akibat pasang atau banjir kiriman tidak dapat diatasi dengan panen hujan. Ambil contoh pada areal lahan seluas 1500 m2. Pada areal seluas itu bila terjadi hujan selama 1 jam dengan intensitas 50 mm/jam. Bila semua areal lahan itu kebanyakan merupakan areal kedap air- atap, pelataran dari semen, jalan aspal maka nilai karakteristik tangkapan (catchment characteristic, cc = 0,90). Dengan demikian jumlah air yang terakumulasi dari areal lahan tersebut = 1500 x 0,90 x 50 x 0,001 m = 67,5 m3. Bila ada sistem panen hu jan dalam bentuk kolam renang, tangki dan kolam ikan maka air dalam jumlah tersebut tidak akan membanjiri areal lahan. Bila dari atap seluas 250 m2 semuanya masuk ke tangki dan kolam renang maka berarti air hujan yang terpanen adalah sebanyak 1/6 x 67,5 m3 = 11,25 m3. Bila hujan dua kali dari intensitas semula maka air hujan dengan kualitas baik yang bisa disimpan adalah 22,5 m3. Jumlah ini sama dengan 6 tangki air PDAM. Bila 1 tangki harganya Rp 100 ribu maka keuntungan dari menampung air sama dengan Rp 600 ribu. Angka ini hanya menggambarkan kesyukuran kita pada-Nya.
Hujan yang dipanen secara baik dan berkala di rumah sendiri, perkantoran, pasar, mesjid dan tempat-tempat lainnya akan banyak selali memberi keuntungan. Keuntungan seperti ini tentu saja berdimensi waktu yang lama namun memberikan banyak manfaat – ekonomis, sosiologis, teologis dan ekologis. Secara ekonomis sudah tidak bisa diragukan lagi. Air hujan memberikan keuntungan yang berlapis dan efeknya multi. Dengan banyaknya air – ikan dan tanaman produksinya berlimpah. Air hujan yang ditampung di kolam bisa disaring dengan ijuk-pasir-arang-pasir-koral, hasilnya dimanfaatkan untuk mandi, cuci, siram tanaman dan cuci kendaraan serta halaman rumah.
Tampungan air berbentuk kolam berfungsi sebagai objek wisata yang alami. Pohon di sekitar kolam yang rindang mengundang satwa dengan bunyi yang bermacammacam. Ada kolam berarti memungkinkan dibangunnya air mancur dan/atau air terjun.
Kondisi seperti ini menjadikan penghuni rumah nyaman- serasa seperti tinggal di dekat bukit/ngarai alami. Air berisik dan terkadang ikan melompat-lompat seperti ingin bermain di sekitar jatuhnya air.
Meminta orang sekitar untuk menangkap ikan dengan cara tradisional – menggunakan waring besar seperti pukat harimau – memberikan pelajaran berharga kepada penulis dan keluarga. Tiga empat orang kepercayaan sejak lama menangkapkan ikan pada kolam di halaman rumah yang berdimensi cukup luas dan dalam itu. Tanpa ada perjanjian berapa ongkos untuk “bekarang” ikan itu mereka secara sungguh-sungguh dan sabar menangkap ikan- tidak peduli dingin atau panas matahari. Memang banyak ikan yang berhasil ditangkap. Sayang mereka melewatkan sholat zuhur dan bahkan ashar. Pada saat salah seorang terkena sengatan listrik karena saat terakhir mereka merasa lelah penulis menyarankan memakai sistem “setrum”.
Menangkap ikan dengan menggunakan setrum listrik sesungguhnya tidak dianjurkan dari aspek apapun – berbahaya bagi penangkap ikan maupun bagi ikan itu sendiri. Bagi penangkap bahaya setrum listrik dapat terjadi melalui sebab yang beragam – ada kabel telanjang dan sebagainya. Waktu itu pernah satu orang kena setrum dan hampir mati. Pada saat itulah penulis “menggugah” hatinya dengan memberikan nasehat berupa jangan tinggalkan sholat, karena Allah masih memberi kesempatan anda hidup. Tanpa jawaban yang pasti kecuali dia ingin bersedekah tanda bersyukur bahwa dia masih hidup.
Pengalaman lainnya adalah bahwa ada jenis ikan yang tidak tahan dengan himpitan derita sewaktu di-“rumah”kan sementara pada bak air berukuran 2 m x 1 m x 1 m. Banyak ikan kecil dan jenis tertentu yang mati. Ikan yang disetrum juga mati, tetapi ada jenis tertentu yang tidak mati. Terangkatnya ikan-ikan dan udang kecil tanpa diambil “pemilik” kolam menjadikan penulis sempat merenung sebagai “pelajaran” dari Tuhan. Permisalan dari kejadian ini adalah bahwa pemimpin umat semestinya “bijak” karena sepak terjang mereka banyak membuat “sengsara” masyarakat kecil. Sangat sering terjadi di sekitar kita bahwa para pemimpin sepertinya “akor-akor” tetapi pengikut mereka saling membunuh.
Gambar 4. (a). kolam penampungan air hujan yang menjadi kolam ikan ; (b) Ikan belida seberat 1 kg; (c) ikan patin 3 kg dan ikan seluang berukuran jumbo; (d) udang gala
Pelajaran lainnya yang dapat dipetik dari kolam adalah bahwa limbah domestik dari dapur ternyata tidak “mencemari” kolam yang jumlah airnya hampir 800 m3 itu. Pelajaran ini mungkin merupakan “amsalu” dari ayat al-qur’an yang menyatakan bahwa perbuatan dosa dapat “dilebur” oleh adanya “danau” kebaikan. Bahkan kedatangan  “limbah” yang kotor dan jorok itu (dua hari sekali) disambut oleh udang berbagai ukuran dan jenis, siput air, serta ikan berbagai jenis dan ukuran. Gudang tempat air dan limbah itu ternyata sejak lama telah Allah “sulap” menjadi rumah udang gala, ikan, siput dan sebagainya. Tidak kurang ribuan kilogram biomassa yang lezat dan menyehatkan itu telah membuktikan firman Tuhan “kami_jadikan_semua_yang_hidup_dari_air” itu.
“Betapa mulianya Engkau wahai Yang Maha Mulia”, penulis sering bergumam. Bayangkan ikan, udang dan siput yang sering diberi hidangan -yang busuk-busuk, basi dan tidak pernah akan dikonsumsi kembali oleh “manusia” yang mengklaim dirinya mulia itu – tumbuh dan berkembang biak dengan aneka warna dan ukuran. Ikan patin ada yang berukuran 3 kg, gurami sekitar 2 kg, ikan seluang yang lebih besar dari saudaranya di sungai-sungai, udang gala dan sebagainya. Tetangga dan para penangkap ikan bergembira dengan kehadiran ikan dan udang itu di rumah mereka. Ikan seluang menurut salah seorang tetangga baru satu kali ini berukuran “jumbo”.
“Subhanallah”. Melalui kebaikan Engkau ya Allah, biomassa yang tadinya busuk itu kami makan dengan lezatnya. Ini sama dengan pepatah yang mengatakan “keburukan dibalas dengan kebaikan”. Lezatnya udang dari kolam “serba guna” di halaman rumah penulis itu sempat dimakan dengan lahapnya oleh James Miller, tamu kami yang mengundang barokah Allah yang banyak.
BAGAIMANA KUALITAS AIR HUJAN DAN KOLAM?
Penulis telah melakukan analisis fisik, kimia dan biologis air hujan, air kolam dan air kolam yang disaring menggunakan saringan : ijuk_pasir_arang_pasir_koral_pasir_dan_batubata. Secara fisik, kimia dan biologis semua air hujan memenuhi syarat kesehatan sebagai minum, sedangjkan air kolam yang dijadikan kolam ikan tidak memenuhi persyaratan kesehatan untuk air minum. Analisis fisik-kimia-dan-biologis air dilakukan pada Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Palembang melalui kebaikan mitra penulis meliputi Birmansyah dan Heri (S2 Pengelolaan Lingkungan PPS Unsri) serta Amar Muntaha (Kandidat S3 Ilmu Lingkungan PPS Unsri).
PENUTUP
Membangun rumah sistem panen merupakan bentuk kesyukuran kepada Tuhan Yang Maha Bersyukur. Dari konteks apa hal itu dikatakan bersyukur. Secara hakikat, semua yang di atas permukaan langit dan bumi serta apa-apa yang ada didalamnya bertasbih kepada Tuhan mereka. Tasbih mereka itu paling tidak adalah “subhanallah” (maha suci allah – tanpa kekurangan satu apapun jua). Hujan sebagai salah satu makhluk ciptaan Tuhan tentu bertasbih. Nah bila hujan “bertamu” ke halaman, ke atap atau ke atas lahan pertanian kita maka sebaik-baik “tuan rumah” adalah mereka yang melayani “tamunya” dengan baik. Allah sangat senang yang memuliakan tamu karena hal itu adalah bagian dari tanda syukur kepada-Nya.
Penulis berkeyakinan bahwa dengan kesyukuran di atas maka Allah telah menganugerahkan banyak sekali rezeki – melalui upaya panen hujan – pohon buah tumbuh subur, banyak burung yang datang dengan suara yang merdu, ikan dan udang beraneka-ragam, ditambah banyak tamu yang berkunjung dan sebagainya. Pemilik rumah dan rumah itu sendiri sering dipotret oleh wartawan dan gambarnya dimuat di harian, majalah, televisi dan sebagainya. “Maka nikmat mana lagi yang masih kamu dustakan?”. QS surat ar-rohman. Mari kita tunaikan tugas kita dengan baik – sebagai khalifah, hamba Allah dan da’i ilallah.
Bila anda punya ilmu pengetahuan dan teknologi tentang apa saja maka yang penting adalah bagaimana ilmu yang diperoleh itu disyukuri dengan jalan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Demikian juga dengan sistem panen hujan ini setelah anda paham maka penulis ingin mengajak untuk menerapkannya. Mulailah dari yang kecil, mulailah sekarang dan anjurkanlah kepada orang lain. Di sini akan berlaku ilmu yang bermanfaat dan amal jariah. Wassalamu alaikum, walhamdulillahirabbil ‘alamin.
Penulis,
H. Supli Effendi Rahim; Desember 2007; zulhijjah 1428 H Dedicated sincerely to my lates mother and father in_law: Hj Umi Kalsum, H. Damiri Rais, grand fathers Merinsan & Hamzah, grand mother Muntianan & Nurmima, Father H. Rahim, mother Hj. Rahina, sister Asmiti: last not least my wife Dr. Hj. Nurhayati & all children; my adopted father & mother H. Rohimi & family; bothers and sisters; all of my teachers in Palembang, Bengkulu and Bedford England.